Jumat, 06 Januari 2017

Jumlah tenaga kontrak nonguru di jajaran Pemerintah Aceh saat ini hampir mendekati jumlah tenaga PNS

Sahabat pembaca Info Tenaga Kerja Kontrak, sudah tahukah anda bahwa jumlah tenaga kontrak nonguru di jajaran Pemerintah Aceh saat ini sudah mencapai 7.956 orang, hampir mendekati jumlah tenaga PNS-nya yang berjumlah 9.268 orang.

Untuk membayar honorariun mereka, Pemerintah Aceh harus mengalokasikan anggaran di dalam APBA per tahunnya tak kurang dari Rp 238,6 miliar apabila gaji mereka dibayar menurut Upah Minimum Provinsi (UMP) Rp 2,5 juta/bulan.

Demikian data yang diperoleh Serambi dari Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Aceh, Zulkifli Ahmad, di Banda Aceh, Jumat (6/1).

Di luar tenaga kontrak nonguru tersebut, lanjut Zulkifli Ahmad, masih ada sekitar 5.000 guru bakti TPA, SD, SMP, dan SMA/SMK yang mengajar di berbagai daerah terpencil. Mereka direkrut pascatsunami 2004 oleh sejumlah NGO, Unicef, Bank Dunia, dan lainnya untuk pemenuhan kebutuhan guru baca Alquran dan mata pelajaran lainnya di TPA, SD, SMP, dan SMA yang meninggal akibat bencana gempa bumi dan tsunami 12 tahun lalu.

Setelah BRR NAD-Nias bubar Juni 2009, mereka yang belum lulus menjadi PNS pembayaran jerih payahnya menjadi tanggungan APBA. Atas pelimpahan kewenangan pengelolaan guru SMA/SMK dari kabupaten/kota kepada provinsi, guru bakti TPA, TK, SD/SMP, dan SMA/SMK yang mengajar di daerah terpencil, minta kontrak mengajarnya diperpanjang oleh Pemerintah Aceh. Alasannya adalah pemerintah kabupaten/kota belum mau menerima mereka.

Menurut perhitungan Dinas Pendidikan Aceh, jika guru kontrak kabupaten/kota itu honornya dibayar menurut UMP Aceh Rp 2,5 juta/bulan, maka Pemerintah Aceh harus menyediakan anggran dalam APBA senilai Rp 346,5 miliar/tahun.

Zulkifli Ahmad menyebutkan, masih banyak masalah kekurangan anggaran lainnya terkait tenaga honorer dan kontrak ini. Antara lain, 14.756 guru PNS (SMA/SMK) hasil pelimpahan dari kabupaten/kota atas pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2014, pengalokasian gaji dan tunjangan sertifikasi para guru PNS yang disalurkan melalui pos DAU dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Aceh belum cukup.

Hal itu terungkap dari penjelasan Kepala Dinas Keuangan Aceh, Jamaluddin, dalam rapat penyusunan KUA dan PPAS 2017 pada rapat Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dengan Plt Gubernur Aceh, Mayjen TNI (Purn) Soedarmo.

Tambahan dana alokasi umum (DAU) atas pelimpahan 14.756 orang guru SMA/SMK yang diberikan pusat kepada Pemerintah Aceh melalui pos DAU Aceh hanya sekitar Rp 660 miliar. Sementara, kebutuhan untuk pembayaran gaji dan tunjangan sertifikasi guru bersertifikasi dan nonsertifikasi, dari 14.756 orang guru PNS SMA/SMK 23 kabupaten/kota, nilainya mencapai Rp 1,5 triliun. Ini artinya masih terjadi kekurangan anggaran untuk 14.756 guru PNS dari kabupaten/kota itu sekitar Rp 936 miliar lagi.

Gaji guru PNS limpahan dari kabupaten/kota untuk bulan Januari 2017 ini, menurut penjelasan Kepala Dinas Keuangan Aceh, Jamaluddin, memang telah dibayar, tapi apakah pembayarannya bersamaan dengan tunjangan sertifikasi dan nonsertifikasinya, BKPP belum mendapat informasi tentang hal itu.

Kondisi dan masalah anggaran yang telah berada di depan mata ini, kata Zulkifli, tidak bisa dibiarkan, karena pada saat Pemerintah Aceh tidak lagi menerima Dana Otsus pada tahun 2027, atau pada saat menerima Dana Otsus 1 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional mulai tahun 2022-2027, otomatis jumlah Dana Otsus yang diterima Aceh berkurang 50 persen dari sebelumnya.

Kalau saat ini, sebut Zulkifli Ahmad, Pemerintah Aceh masih menerima Dana Otsus 7-8 triliun rupiah, lima tahun ke depan tinggal 4-5 triliun rupiah lagi. Sejak itu, bakal banyak program pembangunan prorakyat seperti JKRA, bantuan anak yatim piatu, beasiswa, rumah duafa, dan lainnya tak mampu lagi dibiayai, sementara kenaikan Pendapatan Asli Aceh (PAA), tidak begitu signifikan. PAA yang diterima dari PKB, BBNKB, BLUD dan lainnya yang sah, nilainya cuma sekitar Rp 2 triliun.

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Mayjen TNI (Purn) Soedarmo mengatakan sangat terkejut mendengar penjelasan Kepala BKPP Aceh, Zulkifli Ahmad yang melaporkan jumlah tenaga kontrak yang berada di jajaran Pemerintah Aceh mencapai 7.956 orang, hampir mendekati jumlah PNS-nya, yakni 9.268 orang.

Hal ini disampaikan Plt Gubernur Aceh kepada Serambi seusai rapat penyusunan jadwal pembahasan ulang RAPBA 2016 dengan Badan Anggaran DPRA, Rabu (3/1) malam.

Setelah mendengar penjelasan dari Kepala BKPP, Plt Gubernur Aceh langsung memerintahkan kepada semua Kepala SKPA untuk kembali mengevaluasi dan merasionalkan jumlah tenaga kontrak yang ada di kantornya masing-masing sesuai dengan analisis kebutuhan/beban kerja harian, bulanan, dan tahunan.

Terlalu banyak menerima tenaga kontrak yang bukan didasari kebutuhan beban kerja, ulas Soedarmo, ini akan membawa dampak negatif, di samping akan menguras anggaran untuk belanja publik. PNS yang biasanya rajin, kata Plt Gubernur, karena sudah banyak tenaga kontraknya, bisa jadi malas. Karena itu, SKPA harus dan wajib mengevaluasi dan merasionalkannya. “Perpanjang kontrak mereka sesuai dengan kebutuhan beban kerja harian dan bulanannya. Yang tidak memiliki keahlian sesuai beban kerja, jangan diperpanjang lagi kontraknya,” tegas Soedarmo.

Berita ini bersumber dari Serambi Indonesia.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Pesan Sponsor

loading...
Diberdayakan oleh Blogger.